Kamu Memang Seharusnya Pergi

mojok

Saya mengenalnya sekitar satu tahun ke belakang, dari sekian banyak perempuan yang pernah saya kenal dan saya dekati, dia terlihat sedikit berbeda. Ketika perempuan lain berduyun-duyun ingin terlihat cantik dan menarik dengan berbagai macam cara: bersolek dengan berlebihan, mengikuti fashion terkini, pencitraan di sosmed dan lain sebagainya. Namun sosok perempuan yang sedang dekat dengan saya ini justru menawarkan pribadi yang berbeda. Tampil apa adanya, bersolek seperlunya dan yang paling saya suka darinya adalah sering guyon dan terlihat humoris. Walaupun ya namanya juga manusia (nggak bisa guyon terus), kadang-kadang saya dibuat mengernyitkan dahi karena guyonannya garing dan seenak jidat. Tapi nggak masalah, untuk kamu yang pernah jatuh cinta, catat ya yang pernah jatuh cinta, kamu bakalan memberikan kelonggaran ketika seseorang yang kamu incar menampilkan sisi gejenya (sisi Ga Jelasnya).

Layaknya laki-laki yang tertarik dengan lawan jenis, saya mencoba menampilkan apapun yang saya bisa agar saya mendapatkan perhatiannya.

Sampai pada satu titik, saya berani menembaknya. Nggak hanya sekali, tapi dua kali. Untungnya dia nggak mati, jangankan mati, kaget aja nggak. Dia malah cengengesan dan menolak saya dengan halus. Saya bisa saja putus asa untuk nggak lagi nembak dia, tapi ya namanya juga cinta. C.I.N.T.A

Ada satu hal yang menarik, seperti apa yang banyak orang katakan sebagai alasan untuk menolak secara halus pada seseorang yang menyatakan cinta padanya “kamu terlalu baik buat aku”. Nah, alasan itu pula yang dia kemukakan. Saya sih ok ok aja, so-soan mengiyakan.

Dapat kepastian (walaupun jawaban darinya adalah sebuah penolakan) tak membuat saya sedih, justru senang, dia bisa memberikan sedikit waktunya hanya untuk sekadar menjawab pernyataan saya.

Semenjak itu kita memang nggak jadian. Tapi kemarin, di penghujung bulan Februari, dia memberi kabar bahwa dia akan pergi ke suatu tempat yang jauh. Udah kaya Cinta yang ditinggal Rangga aja ini mah. Bedanya si do’i nggak ngasih kabar mau kemana. Entah balik lagi atau nggak.

Jelas saya kaget ketika dia pergi begitu saja. Di saat saya sedang merencanakan sesuatu agar untuk kali ketiga pernyataan saya nggak ditolak, eh dia dengan entengnya pergi gitu aja. Memang sih, dia berkabar kalau akan pergi akhir Maret ini, tapi tetap aja kan bikin nyesek.

Hmmm okelah, setelah saya selalu berharap padanya, walaupun harapan saya tak pernah berbalas sekalipun, akhirnya saya berbesar hati untuk melepasnya. Ini semua untuk kebaikannya, dan terutama untuk kebaikan saya agar saya makin sadar kalo terlalu berharap itu nggak baik. Saya sadar, ternyata nggak hanya sabar, berharap pun ada batasnya. Saya sadar, harapan itu mesti sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika nggak sesuai, ya yowis. Dadaaahhh!!!

Untuk kamu, perempuan yang sedang dalam pelukan yang saya idamkan, kamu memang pantas untuk pergi agar saya tak berharap lagi.

***

Sepertinya mimik wajah saya sama seperti mimik wajah Riyanni Djangkaru saat mendengar mojok akan tutup akhir bulan ini. Jika do’i menulis untuk menanggapi tutupnya mojok dengan baper, sebaliknya, saya justru menanggapi dengan senang. Ini serius, saya senang mojok tutup. Alasan paling mendasar adalah; dengan tutupnya mojok, saya seenggaknya nggak usah lagi mikirin gimana caranya nyari ide agar tulisan saya dimuat. Dengan tutupnya mojok, saya bisa fokus ke lain hati.

Saking senangnya saya, saya sampai stalking twitter mojok untuk melihat bagaimana tanggapan orang-orang mengenai kejadian maha dahsyat ini. Saya heran, dari semua yang menanggapi itu kok kebanyakan dari mereka malah merasa sedih. Banyak orang yang tiba-tiba seperti ingin mendapat perhatian dari mojok di hari-hari akhirnya. “Duh, kok mojok shut down. Ini kaya ditinggalin sama seseorang pas lagi sayang-sayangnya.” Nggak lama saya juga mendapati tweet lainnya yang hampir serupa, “kok mojok ini kaya Banda Neira yah, ninggalin pas lagi suka-sukanya” Hih, asal kalian tahu, kalian semua kurang perhatian taaaoooo…

Kalian, wahai yang berkata seperti itu, harusnya sependapat dengan saya. Tak lama setelah Puthut EA ngumumin secara resmi  kalau mojok bakalan shut down, saya langsung bales tweetnya dia dengan tweetan rasa syukur. Kalau nggak percaya, liat aja twitter saya.

Begini loh yah, saya punya alasan kuat mengapa saya mensyukuri mojok ini akhirnya ditutup.

  1. Bacaan saya kembali kepada bacaan yang benar

Perlu para jamaah mojokiyah ketahui, saya mengenal mojok belum terlalu lama. Baru sekitar satu tahun ke belakang. Selama satu tahun mengenalnya, saya seolah-olah dibawa ke jalan yang salah. Jalan yang nggak bener (ini pake aksen Cinta pas marahan sama Rangga). Saat saya belum mengenal mojok, bacaan saya lebih bermanfaat. Pagi-pagi baca koran atau berita online yang sudah terkenal, lalu ngangguk-ngganguk tanda mengerti dan mulai kritis pada bangsa ini. Namun, setelah mengenal mojok semua itu sirna. Saya nggak nemu lagi kegiatan seperti itu, dan dengan tutupnya mojok semoga saya kembali waras dengan kembali ke aktivitas sebelumnya.

  1. Tak akan lagi mengenal sosok penulis aneh yang belum familiar

Dengan ditutupnya mojok, saya nggak akan lagi baca-baca tulisan penulis-penulis yang masih disangsikan keabsahannya. Saya tak akan lagi membaca tulisan Fransisca Agustin, Ndari Sudjianto, Yuri Nasution, Diana Nurwidiastuti, dan terakhir tulisan si Nurjanah. Karena ternyata tulisan-tulisan mereka membuat saya terganggu dan tak jarang sebelum tidur bukannya berdoa, malah nanya “tulisan mereka bener nggak yah”

  1. Nggak akan lagi diberi harapan palsu

Saya pernah masuk ke dalam hasutan beberapa kawan untuk nulis di mojok, dan kawan saya tidak pernah mendapati nama Hendi “akay” Abdurahman berada di laman penulis (kontributor). Itu karena setiap naskah yang saya kirim selalu ditolak oleh para leluhur mojok. Nah, dengan ditutupnya mojok, saya tak akan lagi berharap hal-hal yang sebenernya nggak akan terjadi (tulisan saya dimuat). Dan ini akan bahaya jika ternyata tulisan saya yang satu ini, tulisan kali ketiganya saya ini, pada akhirnya dimuat di saat ada kabar mereka akan tutup tak kurang dari 30 hari dari sekarang.

  1. Jangan kembali, apalagi kalau hanya untuk menyakiti

Ini yang terakhir, semoga dengan ditutupnya mojok tak membuat para jamaah mojokiyah menangis tersedu-sedu di pojokan teras rumah. Saya masih bisa menerima jika yang kamu tangisi di pojokan teras rumah itu disebabkan oleh ditinggalnya kamu sama kekasihmu saat kamu sedang sayang-sayangnya. Daripada nangis di pojokan dengan alasan hanya karena mojok mau ditutup. Nggak logis loh iki!

Kamu, seseorang yang pernah saya tembak dua kali dan dijawab dengan “maaf kita temenan aja” emang seharusnya pergi, pergi dari perhatian saya.

Dan kamu, mojok, media daring yang pernah saya banggakan, yang pernah saya bahas di salah satu kelas literasi di salah satu forum di komunitas yang saya ikuti, yang pernah menjadi harapan saya untuk menjadi sumber royalti, mungkin memang sudah saatnya untuk pergi. Kamu terlihat lelah dan memang harus di shutdown!

Kehilangan atau kepergian ini pada dasarnya sudah terencana, lalu apa yang harus disedihkan?

#GoodByeMojok [akay]

 

Tulisan ini dimuat di pustakapreanger.com


2 respons untuk ‘Kamu Memang Seharusnya Pergi

Tinggalkan komentar